Film Agak Laen – memang cukup lain dibandingkan film humor lokal yang saya saksikan satu dekade paling akhir. Di tengah-tengah film humor lokal dengan jenaka yang maksa, Cukup Laen tiba dengan gurauan rasio sangat sehari-harinya.
Saya angkat topi untuk Muhadkly Acho yang mengolah dan menulis Cukup Laen dengan masak, rapi, keep it sederhana and to the poin. Ini mempermudah pemirsa untuk segera tersambung dengan jalan cerita.
Penilaian itu kelihatan dari bagaimana saya dan pemirsa yang lain secara gampang pahami narasi, percakapan, dan gurauan yang lain walau memakai logat kedaerahan atau kritikan-sindiran dalam percakapan tongkrongan.
Melalui Cukup Laen, Acho memvisualisasikan secara baik bagaimana Indonesia ialah negara yang benar-benar plural dan berbagai ragam, dengan warga yang terlatih akan keanekaragaman itu.
Benar ada sejumlah kritikan lembut masalah jati diri tertentu, tetapi semua itu berasa tidak melalui batasan. Acho memperlihatkan secara jelas, bagaimana jati diri yang peka sebetulnya dapat dihantarkan rileks tanpa gunakan urat.
Langkah Acho saat menulis Cukup Laen ini sebetulnya bukanlah barang baru. Trio legendaris Warkop DKI adalah aktor selingan kekinian yang memakai langkah ini, sedangkan untuk versus tradisionil ada barisan Srimulat. Dan mereka sukses di pasar.
Walau demikian, langkah mengepak humor sehari-harinya dan dibawa ke layar-lebar bukan kasus mudah. Ada beberapa sineas dan pelawak awalnya memakai formulasi sama, tetapi sedikit yang dapat memetik keberhasilan apalagi mengawasinya.
Muhadkly Acho adalah antara orang yang sedikit tersebut. Tetapi sudah pasti, narasi Acho tidak dapat terejawantahkan dalam gambar bergerak jika tidak ada kuartet Boris Bokis, Indra Jegel, Bene Dion, dan Oki Rengga.
Keempatnya yang telah kerja sama dalam siniar terkenal Cukup Laen ini tidak harus disangsikan chemistry atau watak uniknya masing-masing. Acho memahami benar kekuatan kuartet ini dan sukses mengolahnya secara baik.
Akhirnya, kuartet ini dapat membawa ide dan gurauan sehari-harinya tanpa banyak memakai slapstick yang tetap dihandalkan beberapa siaran selingan di Indonesia
Muhadkly Acho lulus saat memformulasikan humor verbal dan slapstick secara baik. Formulasi ini terang benar-benar triky dan peramunya perlu cermat saat tentukan pemakaiannya.
Humor slapstick memang gampang membuat tawa khususnya untuk warga pemula, tetapi rawan membuat kreasi kehilangan akar. Namun, siaran humor verbal dengan materi ala-ala stand-up mempunyai capaian pemirsa yang terbatas.
Chemistry kuartet Cukup Laen menolong Acho saat membawa humor slapstick itu melalui mimik, akting, perilaku, sampai jaringan dari mereka. Ini sama seperti yang sudah dilakukan trio Warkop DKI dalam beberapa film legendaris mereka dahulu.
Ditambah dengan gurauan pembicaraan ala-ala saat ini yang disisipkan oleh Muhadkly Acho, karena itu pertahanan komedi saya secara gampang bobol tidak sampai 1/2 jam pertama. Karena itu lumrah, studio dapat berisi penuh dan beragam tawa kuat bergema sampai akhir.
Walau demikian, hal yang saya sebetulnya tidak sangka dari Acho ialah dia sukses bawa elemen seram dan sinetron dalam film ini. Pengalaman dianya terturut dalam beragam produksi sinetron dan seram rasanya betul-betul berguna dalam Cukup Laen.
Elemen seram yang dibawa Acho cukup membuat saya takjub. Acho dapat memakai jumpscare atau membuat nuansa seram yang simpel, tetapi mengena. Asli, modalnya ‘hanya’ dandanan, posisi camera, timing, dan sedikit scoring dampak, tetapi dapat membuat cukup terkejut.
Dalam pada itu, Muhadkly Acho terlihat tidak ingin sekedar membuat film ala seram dengan humor didalamnya. Sinetron yang dapat menggoyang kantong air mata juga dengan cocok dia masukan dalam dokumen.
Untungnya, Oki Rengga sebagai pionir yang mainkan sisi itu bisa membawakannya dengan lumayan baik. Entahlah karena wajahnya benar-benar memberikan dukungan cerita atau karena dokumennya hebat, saya cuma dapat katakan “super!”.
Saya benar-benar menghargai crew inovatif seperti design produksi, baju, tata dandan, sampai lighting dan tata suara Cukup Laen untuk rasio produksi yang sebetulnya termasuk simpel, tetapi efisien dan efektif.
Disamping itu, pemakaian bahasa sandi dalam film ini menjadi sebuah contoh baik dan bukti riil niat membuat lingkungan film lebih inklusi.
Hal-hal lain yang saya sukai dari Cukup Laen ialah sinematografinya. Arfian terang tidak perlu permainan sinar yang terlalu berlebih agar lebih menegangkan untuk tampilkan hidangan menganakemaskan mata dan memperkuat narasi Cukup Laen.
Dari semua penampilan Cukup Laen, saya merasakan Muhadkly Acho bisa memadatkan narasi film ini jadi lebih singkat tanpa banyak basa-basi pada bagian tengah narasi. Tetapi itu juga sebetulnya tidak sampai kurangi pengalaman nikmati film ini.
Namun, saya mengharap film sekualitas Cukup Laen ini bukan hanya stop ini kali saja atau akan ada kembali satu dekade setelah itu. Disamping itu, Acho terang akan diberi harapan tertentu dari pemirsa selesai film ini di-launching, tinggal bagaimana dia akan jaga perolehan saat Cukup Laen di masa datang.
Sampai pada akhirnya, Cukup Laen jadi film yang cukup lain untuk industri film Indonesia sekarang ini. Tidak cuma menyuguhkan film dengan dokumen masak dan baik, tetapi bisa juga mencapai dan melipur pemirsa yang berbuntut menyuap beberapa pundi.